slot online terpercaya

IAIN LANGSA

IAIN Langsa
Dakwah Seorang Cendikiawan | Dr. Budi Juliandi, M.A.

Bagi kita yang pernah menyaksikan setiap Kamis subuh/pagi acara “Hikmah Fajar” di RCTI beberapa tahun lalu, pasti mengenal sosok penceramahnya yang tidak lain adalah “DR. Ir. Muhammad Imaduddin Abdulrahim, M. Sc” atau lebih akrab disapa dengan Bang ‘Imad, Putra Tanjung Pura-Langkat Sumatera Utara kelahiran 21 April 1931. Ayahnya, Haji Abdulrahim, adalah seorang ulama di Langkat. Sedangkan ibunya, Syaifiatul Akmal, seorang wanita yang merupakan cucu dari sekretaris Sultan Langkat.

Tantangan Dakwah

Tidak ada sebuah kesuksesan yang instan atau datang begitu saja tanpa perjuangan panjang. Jauh sebelum menjadi penceramah di Hikmah Fajar RCTI, beliau adalah da’i kampus yang terbiasa dengan tantangan dakwah. Bang ‘Imad muncul sebagai da’i saat situasi yang amat sulit untuk “sekedar” menjadi seorang muslim, apalagi menjadi seorang da’i dalam dan luar kampus. Tantangan dakwah waktu itu sangat berat. Saat itu umat Islam tengah menghadapi de-Islamisasi, baik di bidang ideologi, politik, maupun budaya. Pemerintah waktu itu selalu mencurigai Bang ‘Imad dan kawan-kawan. Atmosfir politik saat itu tidak bersahabat bagi siapa pun yang akan mendakwahkan Islam apalagi di lingkungan kampus.

Peran dalam Dakwah Kampus

Kalau kita mau jujur, terjadinya proses “santrinisasi” di kalangan kelas menengah muslim sekarang, khususnya mereka yang berasal dari ITB, dan kemudian menular ke beberapa perguruan tinggi lainnya, tidak bisa dilepaskan dari peran Bang ‘Imad. Itu pula mungkin yang menjadikan dirinya berhasil membukakan mata hati banyak ilmuan Muslim di Indonesia. Beliau adalah “pendekar” yang mendorong dan memelopori proses Islamisasi ke dan di dalam kampus.

Pilihannya  di bidang dakwah karena beliau sejak awal sudah terdidik dalam bidang agama, sejak dari Tanjungpura-Langkat. Pendidikan agamanya bukan diperolehnya dari pendidikan formal. Akan tetapi, dia mampu mengembangkan pengetahuan agamanya itu dan dikaitkan dengan bidang pengetahuannya  di ITB. Di situ, beliau berhasil menggabungkan kemampuannya di bidang sains dan kegiatan dakwah.

Pada tahun 1962, beliau pula orang pertama bersama aktivis masjid kampus ITB (Salman) lainnya yang melakukan salat Jum’at di masjid tersebut. Inilah salat Jum’at pertama di masjid-masjid kampus di seluruh Indonesia. Kiranya tidaklah berlebihan jika kita katakan bahwa fenomena berdirinya masjid kampus di berbagai perguruan tinggi umum di Indonesia dan maraknya kegiatan keislaman di kampus umum seperti ITB, UI, UGM, Unibraw pada masa sekarang merupakan buah dari gerakan dakwah yang dilakukan Bang ‘Imad.

Model Pendekatan Dakwah

Menurut Prof. DR. Yusuf Amir Feisal, sebenarnya ide kegiatan dakwah kampus bukanlah murni dari Bang ‘Imad, tapi merupakan ide Pak Muhammad Natsir. Tapi kemudian ide itu dikembangkan oleh Bang ‘Imad dengan metode dakwah yang khas, di mana Bang ‘Imad mengembangkan dakwahnya sesuai dengan kepribadian ilmunya.

Rasanya sulit mencari tandingan Bang ‘Imad dalam berdakwah, terutama karena kemampuan beliau dalam meyakinkan jamaahnya. Ini karena pendekatan dakwah yang ia gunakan, yaitu dalil-dalil (argumen) yang bernuansa teknologis dan saintis yang jarang dimiliki pendakwah lain. Barangkali pula karena latar belakang keluarga beliau dan didukung oleh basic agama yang kuat, pembacaan atas ayat-ayat Al-Qur’an yang fasih, meski beliau jarang “bergumul” dengan kitab-kitab kuning. Baginya kebenaran agama akan lebih mudah diterima dan dijelaskan dengan logika-logika ilmu pengetahuan modern.

Kebiasaan beliau dalam berdakwah adalah tanpa tedeng aling-aling; ia mengemukakan apa adanya. Konsep-konsep dakwahnya lebih menekankan pada tauhid. Hal ini didasarkan pada sebuah pemikiran bahwa dasar dari setiap perkembangan dan kegiatan adalah tauhid.

Singa Podium

Bang ‘Imad tak ubahnya seorang “singa podium” saat berceramah. Ceramahnya memukau, hingga ruangan masjid tak muat lagi menampung para mahasiswa yang ingin mendengar isi ceramahnya. Mungkin karena alasan ini, Pengurus Besar HMI memintanya untuk menjadi Pimpinan Pusat Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam. Yang jelas, ceramah Bang ‘Imad begitu memikat karena ia memberikan penafsiran-penafsiran baru terhadap kandungan Al-Qur’an yang ia kombinasikan dengan sains modern. Bang ‘Imad mengajak jamaahnya untuk melakukan refleksi ulang terhadap ajaran-ajaran Islam.

Dakwah di Manca Negara

Kiprah Bang ‘Imad dalam dakwah bukan hanya terbatas di dalam negeri tetapi juga sampai ke manca negara. Ketika ia dikirim belajar (S2) di Amerika tahun 1963 ia telah menunjukkan wataknya sebagai agen dakwah di manapun ia berada. Sebagaimana yang ia lakukan di ITB, Bang ‘Imad mempelopori diadakannya salat Jumat untuk para mahasiswa Muslim di kampus Iowa. Ia bukan hanya mengajak mahasiswa asal Indonesia tetapi juga mahasiswa dari negara muslim lainnya seperti Mesir dan Pakistan.

Tahun 1970 Bang Imad diminta untuk mengembangkan Technical College, satu-satunya perguruan tinggi di Malaysia yang hanya dapat menyelenggarakan pendidikan setingkat D3. Rencananya perguruan tinggi ini akan ditingkatkan menjadi institut yang diberi nama Institut Teknologi Kebangsaan.

Selama di Malaysia Bang Imad tidak bisa meninggalkan kebiasaannya berdakwah. Ketika merancang kurikulum institut, ia sengaja memasukkan pelajaran agama sebagai mata kuliah wajib agar mahasiswa yang dibentuk di sana bukan hanya menguasai sains modern tetapi juga memahami agama dengan baik. Bang Imad meyakinkan bahwa agama Islam tidak bertentangan dengan sains dan teknologi yang selama ini dipersepsikan oleh kebanyakan orang Melayu. Ceramah ini ditanggapi positif dan menginspirasi banyak orang Malaysia.

Penutup

Bang ‘Imad tidak pernah di lahirkan dari rahim sekolah Islam dan perguruan tinggi Islam. Beliau bukan alumni pesantren atau IAIN. Namun pengetahuan agama dan pengamalan Islamnya tidak bisa dipandang sebelah mata. Beliau adalah seorang da’i yang lahir dari rahim sekolah umum dan perguruan tinggi umum. Namun gerakan dakwah beliau terbukti mampu mengislamisasikan kampus-kampus umum yang dianggap sekuler. Bang ‘Imad telah berpulang ke rahmatullah di Jakarta, 2 Agustus 2008 pada umur 77 tahun. Beliau adalah salah satu penggagas ICMI, penggagas Bank Muamalat Indonesia, dan pendiri Masjid Salman ITB.

Sebagai orang Sumatera Utara, sejatinya kita berbangga memiliki putra terbaik yang lahir dan besar di Provinsi ini. Tanggal 21 April ini, adalah hari kelahiran beliau. Kita patut mengenang sepak terjang dakwah beliau. Paling tidak beliau adalah pahlawan bagi kebangkitan Islam di perguruan-perguruan tinggi umum.

 

Penulis : Budi Juliandi, MA