slot online terpercaya

IAIN LANGSA

IAIN Langsa
Mendambakan Umat Pemaaf

Sejarah ''Maaf''

Kata `maaf` bisa diartikan memberi ampunan, membebaskan dari tuntutan kesalahan atau kekeliruan, (Kamus Bahasa Indonesia). Kata `maaf`, atau al-‘afwu berarti meninggalkan/membiarkan sesuatu, (Mu‘jam MaqāyÄ«s al-Lughah). Jadi pemaaf adalah orang yang memberi ampunan dan tidak menuntut ganjaran dari sebuah kesalahan.

Sebenarnya, `maaf` punya sejarah yang panjang dalam kehidupan umat Islam awal, bahkan umat-umat jauh sebelum mereka. Pada tulisan ini, mungkin hanya sekelumit yang bisa dipaparkan kepada pembaca yang budiman. Allah swt. berfirman: ''Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal. (Q.S. Ä€li ‘Imrān/3: 159). Menurut al-RāzÄ« dalam al-TafsÄ«r al-KabÄ«r, ayat ini terkait dengan sikap Rasulullah saw. yang tidak mau marah, dongkol atau “cuek” pada para sahabatnya yang telah ''melanggar'' perintahnya saat perang Uhud. Bahkan Rasulullah saw. memberi maaf dan mendoakan agar mereka sadar. Ini adalah sikap Rasulullah kepada para sahabat-sahabatnya (umat Islam) yang pernah “melanggar” itu. Lalu, bagaimana pula sikap Rasulullah terhadap umat lain, notabene penentang ajarannya. Dikisahkan sekelompok Yahudi datang menemui Rasulullah. Saat itu Beliau sedang bersama ‘Aisyah. Orang-orang Yahudi itu mengucapkan salam: “Assāmu ‘alaikum (Semoga kecelakaan menimpamu)!.” ‘Aisyah langsung menjawab: ‘Alaikumussamu walla‘nah (Semoga kecelakaan dan kutukan (juga) menimpamu)!.” Rasulullah saw. berkata: “Tenanglah wahai ‘Aisyah, sesungguhnya Allah menyukai sikap lemah-lembut dalam segala hal.” Lalu Rasulullah saw. berkata: “Aku sudah menjawabnya: Wa ‘alaikum (Semoga bagi kalian juga).” (H.R. al-BukhārÄ«). Dari sikap “kelemah-lembutan” (al-rifq) yang diajarkan Rasululullah kepada umat Islam ini, akan muncul sikap toleran kepada orang lain, sekalipun terhadap orang-orang yang membenci Islam, atau menyakiti hati umat Islam. Sikap toleran, atau al-tasāmuh, berasal dari kata samāh atau samāhah, berarti: saling melapangkan dada dan saling memberi maaf.

Allah swt. telah berfirman lagi: “Banyak di antara Ahlul Kitab (Yahudi-Kristen) menginginkan seandainya mereka dapat mengembalikan kamu setelah keimanan, kepada kekafiran, karena iri hati yang (timbul) dari dalam diri mereka, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. al-Baqarah/2: 109). Al-ThabarÄ« dalam kitab Jāmi‘ al-Bayān ‘an Ta’wÄ«l Ä€yy al-Qur’ān, mengatakan bahwa Ahlul Kitab (di masa Nabi), selalu berusaha “memurtadkan” umat Islam dari agamanya, sebab kedengkian dan iri terhadap keistimewaan umat Islam yang telah diberi taufik dan pemahaman sehingga masuk agama Islam. Lantas, bagaimana sikap umat Islam terhadap Ahlul Kitab, saat itu? Ternyata, Allah menyuruh umat Islam untuk memaafkan mereka.

Kata “maaf” tidak hanya “menyejarah” dalam kehidupan Rasulullah dan sahabatnya. Bahkan “maaf” ini juga punya sejarah pada umat-umat terdahulu. Sebut saja, misalnya Nabi Yusuf. Apa yang Yusuf katakan terhadap saudara-saudaranya yang pernah menganiaya dirinya?. Allah swt. berfirman: “Dia (Yusuf) berkata: “Pada hari ini tidak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni kamu. Dan Dia Maha Penyayang di antara para penyayang.” (Q.S. Yusuf/12: 92). Lihat juga bagaimana Sulaiman bin Dawud menasehati umatnya, dengan mengatakan: “Akal budi membuat seseorang panjang sabar dan orang itu dipuji karena memaafkan pelanggaran.” (Alkitab/Amsal 19: 11).

 

Umat Pemaaf: Sebuah Dambaan

Umat Islam Indonesia bukanlah umat Islam yang lepas dari sejarah masa lalunya. Sejarah telah membuktikan bagaimana umat Islam punya “Tuhan yang Maha Pemaaf”, Nabi yang sangat Pemaaf, generasi Islam awal yang juga suka memaafkan. Sejatinyalah, umat Islam Indonesia “pun” menjadi umat yang pemaaf. Tapi, yang tampak belakangan ini sungguh berbeda. Umat Islam Indonesia terkesan kurang menghargai, tidak menghormati, bahkan “gampang” marah dan tersulut emosi.

Atas dasar kecewa dan perasaan ternista, sebab ulah segelintir orang yang dianggap benci kepada Islam dan umat-nya, umat Islam Indonesia menjadi enggan memberi maaf kepada umat lainnya. Sifat “memaafkan” tampak hilang dari diri umat Islam. Seakan-akan sifat itu, terbang bersama angin kekecewaan, terhanyut bersama gelombang kemarahan, dan bahkan tenggelam ke dasar kebencian. “Jauh-jauh hari” Imam al-GhazālÄ« pernah menasehati: Fa ammā idzā kunta anta al-madzlÅ«m fa al-ahsan fÄ« haqqika al-‘afw wa al-shafh (Jika Anda merasa dizalimi, yang paling baik adalah Anda memberi maaf dan membiarkan (Allah membalas)nya.) (Ihyā’ ‘UlÅ«m al-DÄ«n).

Islam mengajarkan umatnya, setelah “beriman”, dilanjutkan “berislam”, lalu kemudian “berihsan”. “Ihsan” dimaknai dengan melakukan sesuatu yang terbaik dan paling baik. Allah sangat menyintai orang-orang yang muhsin. Allah berfirman: “(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, maka Kami melaknat mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka mengubah firman (Allah) dari tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian pesan yang telah diperingatkan kepada mereka. Engkau (Muhammad) senantiasa akan melihat pengkhianatan dari mereka kecuali sekelompok kecil di antara mereka (yang tidak berkhianat), maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka. Sungguh, Allah menyintai orang-orang yang muhsin.” (Q.S. al-Mā’idah/5: 13). Ayat ini dengan “terang-benderang” menyebutkan bahwa orang muhsin, adalah orang yang rela memaafkan orang lain, hatta terhadap orang yang jelas-jelas “melecehkan ajaran kitab suci” sekalipun. Dan akhirnya, tidakkah kita rela bila dimasukkan ke dalam golongan kepada orang-orang muhsin yang dicintai oleh Tuhan yang Maha Pemaaf?!

 

Dr. Asrar Mabrur Faza, S.Th.I., M.A
Hadisolog, Pengajar di FUAD IAIN Zawiyah Cot Kala Langsa